Sepanjang
sejarah, satelit milik Indonesia yang telah diluncurkan mencapai 13
satelit. Selama 36 tahun sejak pertama kali Satelit Indonesia mengorbit
pada 1976, tiga satelit gagal beroperasi secara penuh, yaitu Satelit
Palapa B2 gagal mengorbit saat peluncuran, Satelit Palapa C1 yang hanya
mampu beroperasi selama dua tahun karena masalah pengisian baterai,
serta Satelit Telkom-3 yang hilang sebelum sampai pada orbitnya.
Jejak
satelit Indonesia di ruang angkasa dimulai dari peluncuran Satelit
Palapa A1 milik Perumtel (sekarang Telkom) pada 8 Juli 1976 dengan
menggunakan
roket Amerika Serikat, Hughes (HS-333). Satelit itu
diluncurkan dari Kennedy Space center, Tanjung Canaveral, di atas pada
slot orbit 83 derajat BT. Nama Palapa ini diambil dari “Sumpah Palapa”,
yang pernah dicetuskan oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit pada tahun
1334.
Generasi satelit Palapa diluncurkan 1977, yaitu satelit
milik Perumtel, Palapa A2, dengan roket yang sama seperti Palapa A1.
Enam tahun kemudian, Perumtel kembali meluncurkan Satelit Palapa B1 pada
18 Juni 1983. Kali ini Perumtel menggunakan jasa roket Challenger F2
(STS-7) dan diluncurkan dengan menggunakan pesawat ulang alik.
Satelit
Palapa selanjutnya, Palapa B2 yang diluncurkan 3 Febuari 1984 dari
wahana Challenger F4 (STS-41-B) yang gagal beroperasi dan dijemput oleh
roket STS-51A pada NOvember 1984. Satelit ini kemudian dibeli dan
didaur-ulang oleh Sattel Technologies yang kemudian dibeli kembali oleh
Perumtel pada tahun 1990 dengan nama Palapa B2R. Satelit B2R sendiri
diluncurkan pada 13 April 1990.
Satelit Palapa selanjutnya,
Palapa B2P, yang dimiliki oleh Perumtel dan Satelindo kemudian
diluncurkan pada 21 maret 1987 menggunakan roket Delta 6925.
Kemudian
Telkom meluncurkan satelit Palapa B4, 14 Mei 1992 dari Kennedy Space
Center, Amerika Serikat. Lalu satelit milik Satelindo, Palapa C1
diluncurkan. Generasi pertama Palapa C ini diproduksi oleh Hughes,
Amerika Serikat dan diluncurkan pada 31 Januari 1996 dari Kennedy Space
Center, Amerika Serikat dengan menggunakan roket Atlas 2AS.
Satelit
ini dimaksudkan sebagai pengganti Palapa B4 pada Orbit Geostasioner 113
derajat BT dengan rentang operasi selama 7 tahun. Namun, satelit ini
hanya berusia dua tahun saja, karena mengalami kegagalan pengisian
baterai pada 24 November 1998. Satelit Palapa C1 pun dinyatakan tidak
layak beroperasi.
Berikutnya, Satelindo dan Indosat meluncurkan
satelit Palapa C2 padav15 Mei 1996 dengan roket Ariane-44LH10-3. Satelit
buatan Hughes (HS-601) ini diluncurkan dari Kourou, Guyana Prancis.
Satelit ini beroperasi pada Orbit Geo Stasioner slot 113 derajat BT di
ketinggian 36.000 km di atas permukaan bumi.
Operasional satelit ini
berpindah tangan ke PT. Indosat Tbk, setelah penggabungan Satelindo
dengan Indosat. Untuk memberi tempat bagi Satelit Palapa D, orbit
satelit ini dipindah ke 105,5 derajat BT.
Menjelang akhir 1997,
Indovision meluncurkan satelit Cakrawala I pada 12 November 1997 dengan
roket Ariane-44LH10-3. Satelit buatan Orbital Sciences Corporation (OSC)
(Star-1) diluncurkan dari Kourou, Guyana Prancis.
Pada 1999,
Telkom meluncurkan satelit keduanya. Telkom-1 yang dibuat Lockheed
Martin (A2100A) dengan menggunakan roket Ariane IV, satelit ini memiliki
masa operasi hingga 2016. Pada 2000, Asia Cellular Satelite (ACeS)
meluncurkan satelit Garuda-1 yang memiliki masa operasi sampai 2015.
Satelit buatan Lockheed Martin diluncurkan menggunakan roket Proton K
Blok-DM3 dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan.
Enam tahun setelah
Telkom-1, Satelit Telkom-2 diluncurkan dari Kourou, Guyana Prancis
menggunakan roket Ariane V. Sampai saat ini satelit ini masih
beroperasi.
Buatan Indonesia
Pada 2006, satelit
pertama buatan Indonesia, INASAT-1 diluncurkan. Satelit ini merupakan
satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN.
INASAT-1 menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat
sekitar 10-15 Kg. Kehadiran satelit ini dirancang untuk mengumpulkan
data yang berhubungan erat dengan data lingkungan maupun rumah tangga
yang digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta penampilan sistem
satelit.
Satelit ini dirancang bersama oleh PT.Dirgantara
Indonesia dan LAPAN. Dari segi dinamika gerak akan diketahui melalui
pemasangan sensor gyrorate tiga sumbu. Sehingga dalam perjalanannya akan
diketahui bagaimana perilaku geraknya. Penelitian dinamika gerak ini
menjadi hal yang menarik untuk satelit-satelit ukuran Nano yang terbang
dengan ketinggian antara 600-800 km.
LAPAN tidak berhenti di situ
saja. Bekerja sama dengan Universitas Teknik Berlin (Technische
Universität Berlin; TU Berlin), LAPAN membuat satelit LAPAN-TUBSAT. Ini
adalah satelit mikro pertama Indonesia. Wahana yang dirancang
berdasarkan satelit lain bernama DLR-TUBSAT, dan menyertakan sensor
bintang yang baru.
Satelit LAPAN-TUBSAT yang
berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 cm
ini akan digunakan untuk melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi
seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan
pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi
bergerak.
LAPAN-TUBSAT membawa sebuah kamera beresolusi tinggi
dengan daya pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan
Bumi pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera resolusi
rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81 kilometer.
Pada
2009, PT Media Citra Indostar (MCI) yang mengelola dan
mengoperasionalisasi satelit Indovision meluncurkan Indostar II atau
Cakrawarta II.
Satelit ini diluncurkan dengan menggunakan roket
peluncur Proton-Briz milik Rusia dan lepas landas melalui Baikonur
Cosmodome di Kazahkstan. Peluncuran satelit Indostar II ini terjadi pada
tanggal 16 Mei 2009. Kehadiran Satelit Indostar II ini adalah untuk
menggantikan Satelit Indostar I (Cakrawarta 1) yang telah sebelas tahun
melayani Indovision dan habis masa orbitnya pada tahun 2008.
Melenceng
Pada
2009, Indosat meluncurkan satelit Palapa D dari Xichang Satellite
Launch Center (XSLC) menggunakan roket Long March (Chang Zheng) 3B.
Satelit ini dibuat oleh Thales Alenia Space, Perancis, dan dimaksudkan
sebagai pengganti satelit Palapa C2 pada Orbit Geostasioner slot 113º BT
yang akan selesai masa operasionalnya pada tahun 2011.
Walaupun
diluncurkan dari Cina, pusat kendali satelit tetap berada di Stasiun
Bumi Jatiluhur, di Purwakarta, Jawa Barat yang dimiliki Indosat.
Roket
peluncur satelit ini sempat mengalami kegagalan dalam menempatkan
Palapa D pada orbitnya. Namun pihak Thales Alenia mengendalikan satelit
tersebut dan mengembalikannya ke jalur orbit aslinya. Meski sukses,
operasi satelit Palapa D berkurang menjadi 10 tahun dari usia 15 tahun
yang direncanakan.
Awal pekan ini, Satelit Telkom-3 yang
diproduksi ISS Reshetnev Rusia gagal mencapai orbit dan menghilang.
Satelit yang diluncurkan dari Cosmodrome Baikonur di Kazakhstan dengan
menggunakan roket Proton-M.
Sedianya Satelit Telkom-3 ini
direncanakan mengorbit bumi selama 15 tahun dengan membawa 42
transponder yang terdiri dari 32 transponder C-Band dan 10 transponder
Ku-Band dengan massa 1,6 ton dan berdaya 5,6 Kilo Watt. (berbagai sumber)
Cr : VIVAnews